Duh, gres hujan sejam udah banjir plus macet.
Kalimat itu begitu khas dan paling banyak di ucapkan oleh orang-orang yang sedang berteduh dikala hujan mengguyur kota Makassar seminggu yang lalu. Ketika itu, hari udah sore dan kurang lebih 1,5 jam lagi waktu berbuka puasa akan tiba. Namun alasannya ialah hujan yang tidak mengecewakan deras, banyak pengguna jalan khususnya pengendara roda dua menepi dan mencari daerah untuk berteduh.
Sore itu, gejala hujan berhenti seakan tidak ada. Saluran air kota alias got di depan daerah saya kursus terlihat penuh dan mengalir dengan deras. Saking penuhnya, perlahan-lahan mulai menggenangi ruas jalan utama. Kendaraan yang melintas satu persatu mulai menumpuk, dalam benak saya ikut terlintas sebuah kalimat : “Pasti sudah banjir lagi, makanya jalanan mulai terlihat macet”.
Saya pun menerka penyebabnya niscaya di sekitaran kantor gubernur. Dugaan tersebut bukaan tanpa data, alasannya ialah saya sering lewat jalan itu setiap kali pulang dari kampus. Apalagi dikala studio final tahun kemarin, tepatnya mulai bulan Agustus final hingga awal November. Dimana selama rentang waktu tersebut, saya selalu pulang sekitar pukul 17.00 – 18.20 Wita dan setiap kali hujan, niscaya di situ ada empang (bullyan khas warga makassar).
Tapi itu memang fakta, alasannya ialah beberapa kali sempat melihat bawah umur berenang di area tersebut. Bahkan pernah ada ikan seukuran telapak tangan yang terjebak ditempat itu. Entah ia tiba darimana, hanya ikan itu yang tahu.
Selain bahasa khas ibarat kalimat pembuka goresan pena ini, saya juga beberapa kali mendengar keluhan lain sore. Kebetulan dikala itu seusai magrib, hujan sudah mulai reda. Saya pun segara naik angkot untuk beranjak pulang ke kost. Saat di dalam angkot, sang sopir semangat sekali mengeluarkan keluhannya, tak ketinggalan juga beberapa penumpang lain mengeluh, bahkan di dalam facebook pun ada beberapa yang menulis status mengenai keadaan sore itu.
Beberapa diantaranya saya tulis kembali dibawah ini :
Beberapa jalanan utama, yang juga masuk area vital mendadak jadi empang alias ibarat kolam ikan.
Hujan sore ini berhasil memindahkan Bugis Water Park ke jalanan.
Bagaimana jikalau hujannya sehari, bisa karam dan lumpuh nih kota?
* * *
Nah, ngomongin perihal banjir, pada goresan pena saya sebelumnya membahas “7 Cara Praktis MencegahTerjadinya Banjir” dari 14 cara yang ada. Pada kesempatan kali ini, saya akan mengulas kembali sama. Tentu dengan isi yang berbeda. Berikut info lengkapnya dibawah ini :
Tanam Pohon Rindang
Tahukah anda mengapa pohon trembesi disebut Ki Hujan? Kalau tidak tahu, tanya Mbah Google. Kenapa green? Karena air hujan banyak yang tertahan di daun-daun dan menghambat jatuh ke tanah. Terlebih lagi, daun dan batang pohon juga bisa menyerap air. Sehingga, solusi menanam pohon rindang, sangat Green. Jangan lupa dirawat pohonnya, jangan ditebang seluruhnya, pangkas sedikit-dikit supaya rapi juga cantik supaya tidak terlalu “gondrong”. Anggap saja pohon itu ialah rambut bagi lahan kita.
Grass Block
Perlu lahan parkir, tapi juga yang sanggup menyerap air, gunakan saja Grass Block daripada memakai aspal. Dengan ini, air hujan sanggup menyerap ke tanah dibawahnya. Lakukan perawatan juga, jangan hingga rumputnya hilang atau rumputnya terlalu “gondrong”. Jangan gunakan grass block untuk pedestrian atau jalan raya, alasannya ialah akan menyulitkan para perempuan yang bersepatu hak.
Infiltration trench
Jangan pikir batu-batu kerikil di bibir taman/got/jalan hanya sebagai penghias. Batu di bibir got mempunyai fungsi untuk menghambat air supaya jangan pribadi rebutan masuk ke got. Air yang masuk ke bebatuan tersebut bergotong-royong juga masuk lebih dalam, sehingga berfungsi ibarat mirip sumur resapan. Ada juga yang menyebutnya French drain.
Perkerasan berpori
Fungsi got di jalan raya untuk kendaraan beroda empat ialah untuk membuang air hujan yang ada di jalan. Karena, jalan harus senantiasa kering supaya aspal/beton tidak rusak. Sekarang sudah ada teknologi beton berpori atau ikatan resin (resin bound), yang memungkinkan air hujan menyerap ke dalam perkerasan, kemudian menghambat laju airnya yang selebihnya dibuang ke got/tanah. Dengan ini, jalan raya tidak menyumbang air untuk banjir di perkotaan.
Kolam detensi
Kolam detensi bukanlah kolam resapan. Dia hanya bersifat menahan (detensi). Sumur/kolam resapan juga bisa bersifat detensi. Berbeda dengan kolam penampungan air hujan bersifat menyimpan (retensi). Bedanya dengan sumur resapan yang harus kering jikalau tidak hujan, kolam detensi harus berisi dan mempunyai biota tetap di dalamnya.
Kolam ini bisa berbentuk kolam ikan, kolam teratai, yang kapasitasnya sekitar 50% volumenya, dikala hujan bisa meningkat menjadi 70-80% kapasitas, yang mempunyai semacam pintu air supaya volume bisa kembali ke 50%. Secara alamiah, waduk berfungsi sebagai kolam detensi (makanya dulu Belanda bikin banyak waduk di sekeliling Jakarta).
Sel drainase (Drainage cell)
Sekarang sudah ada produk yang berupa paket blok-blok atau sel penampungan air hujan, yang bisa ditanam di tanah ataupun ditempatkan dibawah jalan raya. Sehingga, sanggup mengurangi daerah untuk lahan yang terbatas. Seperti main Lego saja, bisa disusun bentuknya sesuka hati, bisa mulai bentuk kotak, hingga jajaran genjang. Fungsinya ibarat sumur resapan.
Manajemen saluran air
Got atau saluran drainase buatan idealnya ialah mengalirkan air pada dikala adanya beban. Kaprikornus istilah Banjir saluran seharusnya hanya terisi air dikala hujan. Kalau sudah penuh terisi air dikala tidak hujan, banjir saluran tidak berfungsi sebagaimana mestinya lagi. Coba kita lihat bersihnya banjir saluran di Singapura yang saya foto ini pada dikala kering, dan kondisinya pada sesaat sehabis hujan sangat deras.
Bencana banjir seakan-akan terdengar tidak abnormal lagi, alasannya ialah peristiwa tersebeut sering kali menimpa masyarakat. Hujan deras berkepanjangan sehingga menyebabkan peristiwa banjir yang tidak sanggup di hindari, banjir yang merusak lingkungan, daerah tinggal dan perabotannya, hingga mengancam kesehatan alasannya ialah banyaknya penyakit yang sanggup menyerang kesehatan.
Apakah kita hanya bisa membisu saja tanpa melaksanakan tindakan sedikit-pun dan membiarkan kondisi menjadi tidak sehat. Tentu tidak, alasannya ialah itu kita harus bekerja sama dengan pemerintah yang telah bekerja keras selama ini untuk menanggulangi peristiwa banjir, sehingga kita harus mendukungnya untuk penanggulangan peristiwa banjir.
Terakhir, selamat mencoba.
BTN Antara Makassar, 18 Juni 2017
0 komentar
Posting Komentar