Medan Segalanya Jadi Lebih Gampang Dengan E-Money

No Comments
Soekarno-Hatta Airport
Rabu, 7 Desember 2016, hampir pukul 10 pagi waktu Jakarta pesawat yang saya tumpangi mendarat dengan mulus di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Pagi itu, udara terlihat cukup cerah dan  langit tampak putih kebiruan menyambut kedatangan saya. Untuk ketiga kalinya, saya kesannya menginjakkan kaki di terminal bandara yang penuh dengan kenangan.

Tak terasa, sudah 4 purnama berlalu sehabis tragedi itu. Tepat di terminal bandara yang sama, dua sejoli mau tidak mau harus terpisahkan oleh jarak dan waktu. Sebuah perpisahan yang tidak sanggup terelakkan. Namun demi masa depan dan kebaikan bersama, harus tetap dilakukan.

*   *   *

Pagi itu, dengan wajah yang ceria dan senyum sumringah, saya pun turun dari pesawat Lion Air yang saya tumpangi. Perlahan-lahan lorong demi lorong terminal bandara saya susuri hingga hingga di pintu keluar. Sesampainya di pintu keluar, teriakan dari para supir taxi terdengar begitu menggema dan memekakkan telinga. Dengan wajah penuh harap, mereka terus mencoba menyampaikan jasa dengan caranya masing-masing.

Namun apalah daya, teriakan itu tidak menggoyahkan niatku menuju tempat pembelian tiket bis. Dalam hitungan detik, saya pun hingga di tempat pembelian tiket. Tanpa menunggu lama, saya kemudian memesan sekaligus membayar satu tiket untuk tujuan Pasar Minggu.

Pakai E-Toll, Antri Pun Nggak Pake Lama
Ilustrasi penggunaan E-Toll : otomotif.metrotvnews.com
Singkat cerita, bis tujuan Pasar Minggu yang di tunggu-tunggu pun kesannya muncul juga. Saya dan beberapa penumpang lainnya segera bergegas menuju ke dalam bis. Saya pun menentukan duduk di dingklik paling dengan maksud ketika hingga di terminal Pasar Minggu nanti, sanggup turun dengan cepat.

Dalam perjalanan dari bandara menuju terminal Pasar Minggu, banyak perubahan yang terjadi. Namun ada satu hal yang paling menarik perhatian saya pagi itu, tepatnya ketika memasuki pintu tol. Saat supir bis akan membayar biaya masuk tol, kurang jelas terdengar sebuah pertanyaan, yang isiny kurang lebih ibarat ini : “Tidak pakai kartu E-Toll pak?

Sang sopir pun menjawab, tidak mbak. Bayar pakai tunai saja dan di ketika yang bersamaan, tepatnya disebelah kiri bis (kebetulan saya duduk bersahabat jendela), tampak pengguna kendaraan beroda empat pribadi menempelkan sebuah kartu pada sebuah mesin yang tersedia di pintu tol dan tak usang kemudian struk pembayaran pun keluar.

Dari kedua acara yang saya saksikan tersebut, terdapat perbedaan yang mencolok. Dimana dengan memakai pembayaran secara tunai, diperlukan waktu sedikit lebih usang bila dibandingkan dengan pengguna non tunai, ibarat E-Toll yang dipakai pemilik kendaraan beroda empat pribadi tadi. Yang artinya hal ini pun berdampak pada pelayanan dan antrian kendaraan.

Tak tanggung-tanggung dan masih dari yang saya saksikan pagi itu, dengan memakai E-Toll atau membayar secara non tunai, perbandingannya 3 kali lebih cepat dibandingkan dengan yang pakai tunai. Maksud saya begini, kasir di pintu tol masih melayani satu kendaraan sedangkan di mesin E-Toll sudah melayani 3 kendaraan.

Melihat hal tersebut, saya jadi teringat dengan seminar perihal “Smart Money Wave” yang diadakan oleh Bank Indonesia dan Net TV di kampus UNM sebulan yang lalu. Dimana inti dari seminar tersebut yaitu hadirnya non tunai, dalam hal ini E-Money (E-Toll dan kawan-kawan) menyampaikan kemudahan, kepraktisan dan juga efisiensi. Dan memang terbukti lewat tragedi yang saya lihat pagi itu ketika berada di pintu tol. Bahwa bertransaksi memakai non tunai segalanya jadi lebih mudah, cepat, mudah dan efisien.

Bahkan jauh sebelum tragedi pagi itu, saya sebetulnya sudah mencicipi akomodasi bertransaksi dengan memakai non tunai. Tepatnya sehabis mengikuti seminar “Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT)” yang diadakan oleh Bank Indonesia juga setahun yang kemudian digedung BI Cabang Makassar.

Ketika itu, saya sebetulnya tidak begitu percaya dengan yang namanya non tunai. Namun sebab ingin tau yang tinggi dan kebetulan juga ketika berbelanja di salah satu merchant uang yang saya tidak cukup, maka saya pun mencoba memakai kartu ATM yang saya bawa. Kepada kasir, saya pun menyampaikan kartu ATM saya. Dengan cekatan dan lincahnya, ia menggesek kartu ATM saya kemudian mendebet belanjaan saya dan dalam hitungan detik semuanya pun beres. Uniknya, saya tidak perlu lagi pulang dengan membawa kembalian berupa recehan, apalagi beberapa keping gula-gula.

Memesan Tiket Pesawat Lewat Mobile
Screen Shoot E-Tiket dari Traveloka
Tak hanya itu saja, seminggu sebelum keberangkatan saya ke Jakarta, saya memanfaatkan kecanggihan teknologi lainnya dari transaksi non tunai. Kali ini yang saya coba yaitu membeli tiket pesawat dengan memanfaatkan kecanggihan E-Commerce ketika ini. Ya, saya mencoba memakai aplikasi mobile dari Traveloka.

Hanya dengan duduk manis di kos dan dengan modal internet plus jari saya geser sana geser sini, saya sudah sanggup mendapat tiket murah. Bahkan tidak perlu capek-capek melaksanakan survey ke beberapa biro travel yang tidak jauh dari kos hanya untuk membeli selembar tiket. Untuk pembayaran pun, sanggup dilakukan dengan non tunai dan sehabis itu tinggal instruksi booking tiket maupun e-tiket masuk ke email maupun nomor telpon.

Semakin gampang saja bukan?

Keliling Jakarta Dengan Modal Kartu Ajaib

My E-Money : Dok. Pri
Setelah beberapa pengalaman di atas, jujur saya masih belum puas dengan akomodasi dan kepraktisan bertransaksi memakai non tunai. Tak tanggung-tanggung, sesampainya saya di terminal Pasar Minggu dan tempat kerja doi, hal pertama yang saya tanyakan yaitu dimana saya sanggup membeli E-Money yang sanggup dipakai untuk naik Busway dan Kereta Api.

Untungnya, doi sudah mengantisipasi hal tersebut dan menyampaikan bahwa kartu E-Moneynya sudah dibelikan. Ke esokan harinya, saya pun pribadi mencoba memakai kartu tersebut. Saya pun pribadi menjajal Busway dengan tujuan Plaza UOB Thamrin, dimana kebetulan ada kegiatan bolgger ditempat tersebut. Untuk mencapai tempat tersebut, saya naik dari Halte Deprtemen Pertanian menuju Halte Tosari kalau saya nggak salah. Lagi-lagi, segalanya jadi lebih mudah, cepat dan efisien bila dibandingkan 4 tahun kemudian ketika saya naik Busway untuk pertama kalinya.

Dulu, untuk naik Busway saya harus membeli karcis terlebih dahulu dan pernah sanggup antrian yang tidak mengecewakan panjang ketika menuju tempat wisuda doi di daerah JCC. Begitu pula dengan pulang dari tempat wisuda, saya masih harus antri dulu bila ingin membeli karcis.

Kini sehabis 4 tahun berlalu, hanya dengan modal kartu ajaib, saya sudah sanggup naik Busway tanpa perlu lama-lama mengantri untuk mendapat secarik kertas berjulukan KARCIS. Cukup dengan menempelkan kartu yang saya punya di mesin pintu masuk yang tersedia, saya sudah sanggup naik Busway tanpa harus antri terlebih dahulu. Sungguh canggih kan?

Terakhir sekaligus penutup, tepatnya tanggal 13 Desember 2016, saya mencoba untuk naik kereta api dari Pasar Minggu menuju ke Depok. Dengan modal kartu  yang sama, saya sudah sanggup naik kereta api dengan gampang alias tanpa harus antri lagi untuk membeli karcis. Yang bagi orang Jakarta niscaya sudah tahu, bagaimana dulu panjangnya antrian di stasiun kereta api ketika membeli akan karcis sebelum adanya E-Money?

So, itulah pengalamanku menjajal E-Money. Ada banyak manfaat yang sanggup dapatkan sekaligus. Dimana berkat E-Money (Non Tunai) segalanya jadi lebih mudah.

Brigif Jaksel, 15 Desember 2016
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar

Posting Komentar