“Sudah Berbuat Apa Untuk Indonesia?”
Ahhh… saya jadi teringat dengan pertanyaan serupa yang dilontarkan oleh seorang Ketua Pusat Kajian Pancasila UGM, Bapak DR. Heri Santoso. Waktu itu bertepatan dengan hari Jum’at, 16 Juni 2017, yang juga masih suasana bulan puasa. Lebih tepatnya hari ke-21 bulan ramadhan. Dimana pertanyaan yang diajukan kurang lebih menyerupai ini :
“Apa yang sudah kau lakukan untuk negeri yang kau cintai ini?”
Dan beberapa pertanyaan lainnya yang menciptakan penerima yang hadir sore itu berpikir keras dan resah mau menjawab yang mana dulu. Tidak terkecuali saya yang kebetulan duduk dibelakang salah satu Staff Tim Komunikasi Kepresidenan. Ya, dalam pikiran dan hati kecil saya, tampaknya belum ada apa-apanya bila dibandingkan dengan yang sudah dilakukan oleh para pendahulu bangsa ini.
Namun belum sempat menjawab, Bapak DR. Heri Santoso yang sore itu merupakan pembicara pertama menyampaikan bahwa sebetulnya banyak yang bisa kalian lakukan untuk negeri ini, terlebih lagi perkembangan zaman semakin modern. Nggak perlu eksklusif melaksanakan hal besar, mulailah dari hal-hal kecil terlebih dahulu. Misalnya, menanamkan sifat jujur, saling menghormati, menyebarkan hal positif, ide dan lain sebagainya. Termasuk juga dalam hal memakai media social.
Ya, apalah artinya mempunyai media social bila yang dilakukan setiap harinya hanyalah mengadu domba, menghasut, memprovokasi dan sebangsanya. Cobalah untuk berpikir jernih, jangan gampang di langgar domba, alasannya yakni domba saja tidak mau di adu. Dan ingat juga, kalau membela sesuatu jangan hingga membabi buta, alasannya yakni babi saja itu sudah jelek, apalagi kalau hingga buta.
Nah, berbicara perihal media social, provokasi, langgar domba, dan semacamnya, khusus di Indonesia, gemuruhnya seakan tiada henti. Setiap harinya selalu saja meriah dan ada-ada saja hal unik serta menarik untuk disimak. Sayangnya, terkadang hingga melambui batas dengan dalih setiap orang bebas berpendapat. Sampai-sampai duduk masalah adat pun menjadi luput dan tak jarang memunculkan sisi ganda dari sang penggunanya. Padahal bila mau berpikir cerdas dan bijak, seharusnya norma-norma di dunia nyata tetap di terapkan dalam bermedia social.
Dengan menerapkan norma-norma di dunia nyata dalam bermedia social, secara tidak eksklusif kita sudah mencoba mengaktualisasikan nilai-nilai pancasila. Kok bisa? Karena Pancasila sebagai dasar negara bisa menyeimbangkan tiga unsur penting, yaitu : agama, budaya dan negara.
Yang dalam bahasa halusnya, Pancasila dibangun atas tiga unsur tersebut. Jadi, kalau ada yang coba membenturkan antara negarawan dan agamawan atau budayawan, termasuk di dalam media social, maka itu bisa dibilang melaksanakan kesalahan.
So, mari mengaktualisasikan nilai-nilai pancasila dalam bermedia social. Tak hanya itu saja, dalam berkomunitas pun tidak ada salahnya untuk coba dipraktekkan, mengingat setiap komunitas punya hukum dan referensi interaksi sendiri-sendiri. Di sisi inilah yang perlu kita coba hadirkan Pancasila di dalamnya dan menjadikannya penggalan penting dalam melaksanakan interaksi antara satu dengan yang lainnya.
Bijak Dalam Bermedia Sosial
Khusus untuk umat muslim Indonesia, MUI beberapa bulan kemudian mengeluarkan aliran No. 24 tahun 2017 perihal panduan bermuamalah di media social. Tujuannya tak lain yakni semoga media social dipakai untuk hal positif, bermanfaat dan penuh tanggungjawab.
Artinya, baik buruknya akan kembali kepada kita juga sebagai penggunanya. Untuk itu, sampaikanlah sesuatu yang baik semoga akhirnya baik pula. Ya, nggak?
Yah, kalau tidak bisa memakai dengan baik, bisa akan menjadi keburukan buat kita. Tapi kalau dipakai dengan baik, maka bisa jadi akan menjadi kendaraan menuju nirwana kelak. “Mengutip kata Prof. DR. Ghalib MA, sekretaris umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan.
Dengan kata lain, kita harus bijak dalam memakai media social, mengingat media social kadang disalahgunakan bahkan tak jarang dijadikan ajang untuk mengadu domba, provokasi, menyebar isu bohong, hoax, fitnah, dan hal-hal negative lainnya. Dan juga alasannya yakni media social telah mengubah referensi interaksi manusia, khususnya jaman milaneal. Dimana insan justru lebih dekat melaksanakan interaksi dengan sesamanya yang berada nan jauh di seberang.
So… masih resah dan berpikir harus berbuat apa untuk Indonesia.
BTN Antara, 17 Agustus 2017
0 komentar
Posting Komentar