Lima Alasan Kenapa Harus Beralih Ke Non Tunai?
Jum’at sore, tepatnya tanggal 11 November 2016, sebuah pesan mampir ke akun WhatsApp saya. Isi pesan tersebut memberikan bahwa ajakan untuk program di salah satu kampus di Makassar telah di kirim ke email saya. Sebagai orang yang suka hadir ke aneka macam event setahun belakangan ini, saya ingin tau dengan ajakan tersebut. Tanpa menunggu lama, segera saya tekan tombol power laptop kemudian mengaktifkan WiFi, eksklusif mengklik browser dan membuka dua email sekaligus, yakni yahoo dan gmail.
Dengan ingin tau yang tinggi, saya pun mengecek kedua email itu dengan seksama dan teliti. Pucuk di cinta ulam pun tiba, ajakan yang dimaksud ternyata dikirim ke email yahoo, email yang dulu saya daftarkan ketika menciptakan akun di Kompasiana. Usut punya usut, ajakan yang dimaksud mengenai “Smart Money Wave” atau “Gerakan Nasional Non Tunai” dan dikirim oleh admin Pengelola Kompasiana. Senyum saya pun terbuka lebar manakala membaca isi ajakan tersebut, saya merupakan salah satu Kompasianer Makassar terpilih dari total 10 yang dibutuhkan oleh Kompasiana Pusat. Tanpa basa-basi dan berpikir dua kali, saya eksklusif membalas email tersebut dan menyatakan siap hadir dilokasi acara.
Hari yang dinanti pun tiba. Saya hingga di lokasi program sekitar pukul 09.10 Wita. Segera saya parkir motor kesayangan dan menuju pintu registrasi. Namun sebelum hingga di pintu registrasi, saya melewati beberapa booth yang di isi oleh beberapa bank, menyerupai BNI, BRI, MANDIRI, BCA, hingga Bank Indonesia pun ada di sana. Ketika hingga di pintu registrasi, penerima yang hadir ternyata sudah banyak dan antrian tidak mengecewakan panjang bahkan katanya itu sudah berkurang, dimana sebelumnya antrian hingga melewati booth yang ada. Segera saja saya mencari Kompasianer Makassar lainnya dan bergabung kemudian pendaftaran dan mencari posisi yang pas di dalam gedung, tepatnya auditorium untuk memantau jalannya roadshow “Bank Indonesia Goes To Campus 2016, Smart Money Wave” di kampus Universitas Negeri Makassar.
Kenapa Harus Non Tunai?
Pertanyaan yang sama juga terlintas dalam benak saya setahun yang lalu, tepatnya sebelum mengikuti program Kompasiana Nangkring Bareng Bank Indonesia di kantor BI cabang Makassar dengan tema yang sama pula, yakni Gerakan Nasional Non Tunai.
Untuk sekadar diketahui, Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) telah dicanangkan oleh Bank Indonesia pada 14 Agustus 2014 dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan instrumen nontunai, sehingga berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang bertransaksi nontunai dengan memakai instrumen nontunai (Less Cash Society/LCS) dalam kegiatan ekonominya. Nah, dengan beralih ke non tunai akan ada banyak manfaat yang sanggup dirasakan, baik untuk pribadi, kelompok, tubuh perjuangan maupun pemerintahan. Diantaranya menyerupai kepraktisan bertransaksi dan keamanan, efisiensi biaya, pencatatan transaksi secara otomatis, dan meningkatkan sirkulasi uang dalam perekonomian (velocity of money).
Untuk lebih jelasnya, akan saya coba uraikan beberapa manfaat yang dimaksud di atas. So... jangan kemana-mana, sebaiknya simak baik-baik apa yang akan saya uraikan dibawah ini.
Mudah dan Aman
Sadar atau tidak, kita semua sudah mempraktekkan gerakan non tunai ini semenjak lama, khususnya yang sudah ada bank dan ATM di daerahnya. Hayoo, siapa di sini yang belum punya ATM, niscaya semua sudah pada punya kan? Nah, penggunaan ATM sudah termasuk dalam gerakan non tunai sebab terdapat beberapa akomodasi di dalamnya, contohnya sanggup dipakai untuk membayar tagihan air dan listrik, membeli pulsa, hingga transfer uang ke sesama maupun antar bank pun sanggup dan dijamin cepat.
Namun demikian jangkauannya masih terbatas, sebab tidak semua kawasan di lalui mesin ATM. Contohnya kampung saya, pulau Tomia, Wakatobi. Tak hanya itu saja, di hari-hari tertentu menyerupai selesai pekan atau tanggal muda, terkadang kita harus mengantri 10-15 menit ketika akan menarik maupun mentransfer uang lewat mesin ATM. Bagi yang sedang terburu-buru atau sedang dalam keadaan mendesak, mengantri usang di depan mesin ATM sanggup mendatangkan problem baru. Sedangkan di sisi lain, masih rawan terkena tindak kejahatan, salah satunya penipuan.
Nah, disinilah non tunai hadir untuk memperlihatkan kemudahan, mudah dan keamanan dalam bertransaksi. Dalam hal ini Bank Indonesia sebagai regulator mengajak masyarakat untuk mengalihkan pembayarannya dari uang dalam bentuk fisik ke non fisik (uang elektronik). Sehingga masyarakat tidak harus capek-capek bangun lama-lama mengantri di depan mesin ATM ketika ada sesuatu yang ingin dibayar sebab uang tunai yang dibawa kurang. Rasa was-was pun jadi berkurang, sebab tidak harus berhadapan dengan para penipu yang sering mengintai ketika sedang menuju atau berada di depan mesin ATM. Dan tentunya untuk transfer uang pun jadi semakin mudah, sebab tidak harus ngantri lama-lama di depan mesin ATM atau ke bank dulu. Hanya dengan sentuhan jari, semua problem beres seketika.
Praktis dan Efisien
Kesibukan yang meningkat dari hari ke hari menciptakan setiap individu menginginkan segalanya harus lebih cepat, sempurna dan fleksibel, termasuk di dalamnya mengenai urusan keuangan. Apalagi bagi mereka yang mobilitasnya tinggi sekali, jangankan untuk menarik atau mentransfer uang lewat bank, mampir ke mesin ATM pun kadang tidak sempat. Disinilah tugas non tunai masuk dan menjawab cita-cita masyarakat yang mempunyai acara demikian. Salah satunya yaitu problem sanggup terselesaikan dalam satu genggaman, atau halusnya memakai ponsel atau gadget.
Hari gini, siapa yang tidak punya ponsel, smartphone atau gadget? Tentu semua punya kan. Menurut data yang disampaikan oleh salah satu narasumber dari Bank Indonesia di program “BI Goes To Campus” seminggu yang kemudian di Auditorium Amangapa kampus Universitas Negeri Makassar (UNM), di Indonesia jumlah smartphone yang dipakai melampui jumlah penduduk, yakni kurang lebih 314 juta smartphone. Yang artinya, satu orang ada yang mempunyai smartphone lebih dari satu, entah itu dua atau tiga.
Melihat peluang ini, Bank Indonesia mengajak aneka macam elemen untuk menciptakan aplikasi yang sanggup mengakibatkan uang elektronik sanggup dipakai dalam smartphone. Hasilnya, lahirlah Sakuku dari BCA, Dompetku dari Indosat, T-Cash dari Telkomsel, dan masih banyak lagi, termasuk di dalamnya rekening ponsel. Tujuannya tak lain untuk memudahkan nasabah dalam bertransaksi dimana pun berada dan tentunya tidak perlu lagi lama-lama ngantri di bank maupun depan mesin ATM.
Bagaimana, mudah dan efisien bukan?
Meningkatkan Sirkulasi Uang Dalam Perekonomian
Semakin tingginya transaksi yang dilakukan oleh masyarakat, maka PDB pun akan semakin meningkat. Hadirnya gerakan non tunai dan uang elektroniknya, baik itu dalam bentuk kartu menyerupai E-Toll, rekening ponsel, dan semacamnya, dibutuhkan sanggup memudahkan dan meningkatkan transaksi yang dilakukan masyarakat, sehingga PDB pun ikut meningkat.
Dengan bonus demografi Indonesia ketika ini, peluang untuk meningkatkan perekonomian terbilang sangat besar. Apalagi didukung dengan lahirnya banyak E-Commerce ketika ini, yang mana dalam bertransaksi sanggup memakai non tunai atau uang elektronik.
Contoh, BCA dengan Sakuku-nya. Dengan mendownload aplikasi Sakuku, kemudian membuka rekening atau menjadi membernya, kita akan mendapat banyak kemudahan. Mulai dari membayar tagihan listrik, belanja di merchant-merchant, makan di cafe dan restoran tidak perlu takut lagi jikalau uang yang dibawa tidak cukup, booking tiket pesawat dan hotel pun mudah, dan masih banyak lagi.
Intinya, segala problem sanggup diselesaikan dalam satu genggaman dan secara tidak eksklusif perekonomian pun berjalan dengan lancar dan tentunya perlahan-lahan mengalami peningkatan. Bayangkan, jikalau semua pengguna ponsel memakai uang elektronik dalam bertransaksi, niscaya perekonomian pun akan semakin meningkatkan. Maka jangan heran jikalau ketika ini Cina dengan jumlah penduduknya yang begitu banyak ekonominya meningkat.
Bank Indonesia Menyasar Kaum Muda
Ini yang menarik. Kenapa kaum muda menjadi sasaran potensial? Karena pendekatan ke kaum muda lebih gampang, apalagi yang lahir di kurun milenial. Generasi yang semenjak lahir sudah mengenal teknologi, menyerupai smartphone maupun gadget. Yah, meski semuanya tidak menjalankan gerakan non tunai juga dengan alasan tidak mau tergoda syarat dan ketentuan yang berlaku, yang tentunya diterapkan masing-masing bank. Contohnya dalam penggunaan kartu kredit, sebab bagi yang doyan belanja akan menjadi malapetaka nantinya.
Namun patut di apresiasi apa yang dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh Bank Indonesia. Mengapa? Karena dengan digagasnya gerakan non tunai, secara tidak eksklusif sebagai solusi sekaligus mengajak kaum muda untuk berguru berhemat.
Uang Elektronik Bukan Untuk Orang Kota Saja
Apa yang dilakukan oleh Bank Indonesia lewat “Gerakan Nasional Non Tunai”, ternyata bukan untuk orang kota saja. Gerakan ini juga berlaku untuk masyarakat di luar kota, menyerupai pesisir, kampung-kampung, dan kawasan pelosok sana. Hal ini terlihat dari video animasi yang dibentuk oleh Bank Indonesia dalam akun youtube-nya. Dimana video selengkapnya sanggup dilihat dibawah ini.
Blogging dan Net Citizen Journalist Workshop
Selain pengenalan kembali wacana Gerakan Nasional Non Tunai, juga ada workshop wacana blogging (mas Isjet, Kompasiana) dan vlog/Citizen Journalist (Net TV). Dari workshop tersebut, ada beberapa hal yang sempat saya tangkap dan catat.
Pertama wacana Blogging atau menulis di blog. Kata mas Isjet, dengan konten yang kita tulis di blog, kita sanggup terkenal. Namun cara populer pun ada dua macam, mau dengan cara positif apa negatif. Dan saran dari mas Isjet (@Iskandarjet) lebih baik populer dengan cara positif, yakni manfaatkan paket datamu untuk berbuat hal yang positif, contohnya menyerupai menulis.
Setelah itu, mulailah menulis dengan gaya bercerita, gayamu sendiri, dan buatlah konten lain dari yang lain. Jangan lupa juga untuk memperhatikan beberapa hal, menyerupai judul yang unik, menarik dan provokatif biar pembaca tertarik untuk membaca apa yang kau tulis. Buat suasana yang sanggup menciptakan pembaca hanyut dalam dongeng yang kau buat, dalam hal ini faktor emosi juga tetap dipertimbangkan. Rumus 5W+1H jangan pernah diabaikan. Sedangkan urusan ide, sanggup didapatkan dari mana saja selama kemauan menulis itu ada.
Kedua, wacana citizen journalist. Kata pematerinya, siapapun sanggup jadi citizen journalism. Intinya harus peka dengan lingkungan sekitar dimana pun berada. Untuk menjadi seorang citizen journalist, ada beberapa tips yang sanggup dicoba : amati, lihat dan angkat ke dalam video. Kalau belum punya kamera profesional, memakai kamera smartphone boleh dan tentunya video harus menarik, informasi penting nda atau hal baru.
Oh iya, untuk menjadi citizen jurnalist, ada tiga hal yang musti dipegang teguh, di antaranya harus jujur, tulis yang ditahu, dan jangan mengarang-mengarang cerita. Bagaimana, tertarik untuk menjadi citizen juornalist?
Terakhir, sebelum program “Bank Indonesia Goes To Campus Smart Money Wave” berakhir, penerima seminar khususnya perempuan dibentuk histeris oleh Kemal Pahlevi – Stand Up Comedian dan penyanyi pendatang baru, yakni Rezky Febrian.
Makassar, 22 November 2016